Arti Makna Lagu Kuning – Efek Rumah Kaca / Lirik dan MV

Artikel ini mengungkap arti dan makna asli yang tersembunyi di dalam lirik lagu Kuning dari Efek Rumah Kaca, simak artikel lengkapnya.
Arti dan Makna Sebenarnya di Balik Lagu Kuning dari Efek Rumah Kaca

anaksenja.com – Kuning adalah salah satu lagu terkeren dari Efek Rumah Kaca. Lagu Kuning mengajak kita merenung tentang Tuhan, manusia, dan makna cinta dalam keberagamaan dan keberagaman, lewat lirik yang puitis dan penuh kontemplasi.

Dengan nuansa yang reflektif, setiap bagiannya menyentuh sisi terdalam spiritualitas, mengajak kita keluar dari sekat-sekat dogma dan membuka ruang untuk cinta yang lebih universal.

Mungkin kamu sudah sangat penasaran tentang lagu Kuning artinya apa? Tak perlu galau, karena pada kesempatan kali ini anaksenja.com akan menemanimu mencari tahu maksud lagu Kuning dari Efek Rumah Kaca. Tanpa berlama-lama lagi, mari kita mulai pembahasannya!

Arti Makna Lagu Kuning dari Efek Rumah Kaca

Lirik lagu Kuning  menceritakan tentang keberagaman dan spiritualitas manusia dalam memahami Tuhan serta cinta yang menyatukan. Terdapat 3 part, dan mimin akan bahas satu persatu secara rinci. Jika kurang rici atau ada yang menurutmu kurang sesuai, tolong lampirkan pendapatmu di kolom komentar ya!

Arti Kuning

Judul lagu “Kuning” bukan dipilih sembarangan. Warna kuning dalam konteks lirik ini melambangkan cahaya, pencarian, dan ketidakpastian dalam keberagamaan. Ia bukan putih yang bersih atau hitam yang tegas. Kuning berada di antaranya, seperti manusia yang masih terus mencari makna iman di tengah dunia yang gaduh oleh tafsir dan tradisi.

Di balik bait-bait yang membicarakan Tuhan, keraguan, dan keberagaman, kuning menjelma menjadi simbol spiritualitas yang belum selesai. Ia bisa jadi cahaya nubuat, bisa juga bias dari hati yang berkarat. Tapi yang paling penting, kuning mewakili kehidupan yang berwarna, penuh perbedaan, namun tetap saling terhubung oleh satu hal: cinta dalam jiwa.

Dalam bagian akhir yang diiringi instrumen Leleng dari Dayak Kenyah, kuning terasa membumi. Ia adalah warna warisan, budaya, dan leluhur. Lagu ini mengajak kita tidak lagi melihat agama sebagai garis tegas, tapi sebagai spektrum, di mana kuning hadir sebagai pengingat, bahwa kebenaran tidak selalu mutlak, dan cinta adalah cahaya paling universal.

Bagian I: Keberagamaan – Tentang Tuhan yang Kita Cipta Sendiri

Lagu ini membuka diri seperti seorang pertapa yang tak berbicara sembarangan.
Bait pertama mengajak kita menelusuri “nubuat”, sebuah wahyu yang, dalam keheningan sekalipun, menyapa kita di tengah riuh dunia. Ada paradoks di sana. Nubuat biasanya hadir dalam suara, namun di sini, ia muncul dalam keheningan.

 “Tentang nubuat mencerahkan / Berlabuh dalam keheningan”

Ada kontemplasi mendalam tentang spiritualitas yang justru lebih jujur saat tak diganggu hiruk pikuk religius formal. Bait ini seolah mengingatkan kita bahwa pencarian akan Tuhan lebih banyak terjadi di ruang batin yang sunyi, bukan di mimbar yang gaduh.

Kemudian lagu melangkah ke soal eksistensi:

“Manusia mengonsepsi Tuhan / Bernaung di dalam pikiran”

Kita menciptakan Tuhan dalam bayangan dan konsep kita sendiri. Kita bicarakan Tuhan, kita wariskan ajaran-Nya, tetapi sering lupa bahwa Tuhan bisa saja tak seperti yang kita pikirkan. Tuhan menjadi objek ide, bukan lagi subjek hidup.

Bait ketiga menyentil sisi gelap dari fanatisme:

“Manusia menafikan Tuhan / Melarang atas perbedaan”

Ketika keberagamaan melahirkan diskriminasi, ketika "Tuhan"-mu tak sama dengan "Tuhan"-ku, maka lahirlah penyangkalan terhadap esensi spiritualitas: cinta kasih. Persepsi dibelenggu tradisi menyoroti bagaimana dogma kadang membungkam kemanusiaan. Kita terjebak dalam simbol, lupa pada substansi.

Namun lagu ini bukan tentang keputusasaan.

Ia mengulang satu mantra yang tenang namun kuat:

“Karena cinta bersemayam dalam jiwa” (diulang sepuluh kali)

Pengulangan ini bukan tanpa makna. Ia adalah afirmasi. Ia adalah dzikir. Bahwa segala konflik, perdebatan teologis, dan kebuntuan eksistensial bisa kembali pulih lewat satu sumber: cinta. Cinta bukan hanya romantisme, tapi energi spiritual yang menjadi pondasi iman.

Bagian II: Keberagaman – Warna-Warni yang Dirangkul Semesta

“Terjerembap demi akhirat / Akalnya lenyap, hati berkarat”

Di bait pembuka bagian kedua, lagu ini menyentuh sebuah kenyataan pahit, bagi mereka yang terlalu sibuk mengejar “surga” terkadang kehilangan kebijaksanaan. Ketika akhirat dijadikan ambisi egois, akal menjadi tumpul. Hati menjadi karat, karena terlalu lama dibungkus amarah dan rasa benar sendiri.

Pengulangan “hati berkarat” menjadi kritik spiritual, bahwa iman yang tak disertai akal dan cinta adalah kepercayaan yang mati. Cacat. Pekat. Karat. Kata-kata ini tak perlu dijelaskan panjang, karena mereka sudah cukup menampar.

Namun seperti pagi yang tak pernah lupa datang, bagian ini juga membawa harapan:

“Beragam, berwarna / Lestarilah tumbuhnya”

Lagu ini menjadi ode untuk keberagaman. Ia merayakan pelangi iman, budaya, keyakinan. Tuhan tak hanya ada dalam satu warna. Keberagaman bukan ancaman, tapi bukti kemegahan semesta. Bahkan agama yang berbeda-pun “dipancarkan cintanya.” Ajaran luhur semua agama bertemu di simpul cinta.

“Nihilis, humanis / Dilebur harapannya”

Lagu ini tak memihak secara hitam-putih. Ia tahu ada yang nihilis, ada yang humanis. Tapi semua itu dilebur dalam harapan. Yang hening dan yang bising diserap hakikatnya. Tidak ada dikotomi suci-kotor, benar-salah yang kaku. Semua adalah bagian dari proses mencari kebenaran.

Dan klimaks bagian ini datang dalam puitis yang sangat visual:

“Bila matahari sepenggal jaraknya / Padang yang luas tak ada batasnya”

Seolah menggambarkan padang Mahsyar, atau mungkin metafora dunia akhirat, kita semua berjalan dalam keragaman. Berarak, beriringan. Tidak saling menjatuhkan, melainkan saling menyebut Dia. Saling mengingat Tuhan yang sama dengan cara yang berbeda.

Bagian III: Leleng – Hening yang Berakar

Bagian ketiga ini tidak memiliki lirik. Hanya instrumen. Namun justru di situlah maknanya, keheningan bisa lebih jujur daripada kata-kata.

"Leleng" dalam konteks Dayak Kenyah berarti nyanyian duka atau doa bagi arwah leluhur. Dan dalam lagu ini, leleng adalah jembatan ke masa lalu, tempat spiritualitas tidak dikotak-kotakkan.

Instrumen ini seolah mengajak kita diam sejenak. Untuk mendengar apa yang tak terdengar. Merenungkan suara tanah, leluhur, dan tubuh kita sendiri. Inilah spiritualitas yang organik, lokal, membumi. Bukan suara keras dari pengeras suara, tapi suara pelan dari akar pohon, dari desir sungai, dari napas yang teratur.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, lagu Kuning adalah refleksi mendalam tentang pencarian spiritual manusia, cinta yang menyatukan, dan pentingnya menghargai keberagaman dalam keyakinan. Dengan lirik yang puitis dan penuh makna, lagu ini mengajak pendengar untuk merenungkan hubungan mereka dengan Tuhan dan satu sama lain.

Jika artikel ini menyentuh batin Anda, jangan ragu untuk membagikannya.
Karena seperti cinta, pemahaman yang tulus juga layak disebarkan.

Setelah mengetahui makna lagu Kuning, mungkin kamu ingin segera menyanyikan lagunya? Tenang saja, karena anaksenja sudah menyediakan Efek Rumah Kaca - Kuning lirik lengkapnya. Tak lupa juga beserta musik dan vidio klipnya. Selamat menyimak!

Lirik Lagu Efek Rumah Kaca - Kuning

[Part 1: Keberagamaan]

[Verse 1]
Tentang nubuat mencerahkan
Berlabuh dalam keheningan
Menyapa dalam keramaian
Pada batas yang dirasakan
Resah

[Verse 2]
Manusia mengonsepsi Tuhan
Bernaung di dalam pikiran
Mencari setiap jejak-Nya
Mengulas semua kehendak-Nya
Apa wujudnya
Apa misinya

[Verse 3]
Manusia menafikan Tuhan
Melarang atas perbedaan
Persepsi dibelenggu tradisi
Jiwa yang keruhpun bersemi
Nihil maknanya
Hampa surganya
Hampa

[Chorus]
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa
Karena cinta bersemayam dalam jiwa

[Part 2: Keberagaman]

[Verse 1]
Terjerembap demi akhirat
Akalnya lenyap, hati berkarat
Hati berkarat
Hati berkarat
Hati berkarat
Hati berkarat
Cacat
Pekat
Karat

[Verse 2]
Beragam, berwarna
Lestarilah tumbuhnya
Bermacam agama
Dipancarkan cintanya
Semua bertautan

[Verse 3]
Nihilis, humanis
Dilebur harapannya
Yang hening, yang bising
Diserap hakikatnya
Semua dihisabnya
Sebab akibatnya

[Chorus]
Bila matahari sepenggal jaraknya
Padang yang luas tak ada batasnya
Berarak, beriringan
Berseru dan menyebut Dia

[Chorus]
Bila matahari sepenggal jaraknya
Padang yang luas tak ada batasnya
Berarak, beriringan
Berseru dan menyebut Dia

[Part 3: Leleng]

(Instrumental of Suku Dayak Kenyah, Samarinda)

Musik dan Vidio Klip Efek Rumah Kaca - Kuning (MV)

Informasi Lagu Kuning

ArtisEfek Rumah Kaca
Dirilis18 Desember 2018
AlbumSinestesia (2015)
GenrePop, Alternative
LisensiVirgin Music Group
DitulisAdrian Yunan & Cholil Mahmud 

Penutup

Untuk link download lagu Efek Rumah Kaca - Kuning mp3, tidak perlu ya? Karena lagunya sudah bisa dinikmati secara gratis di mana-mana, seperti Youtube, Spotify, Resso, Joox, SoundCloud, Deezer, iTunes, Apple Music dan pemutar media online lainnya. Begitu juga untuk kunci gitar Kuning chord, kamu bisa menemukannya dengan mudah di web sebelah.

Perlu diketahui bahwa lirik lagu Kuning yang mimin sediakan sepenuhnya menjadi hak cipta atau hak milik dari penulis, artis, band dan label musik yang bersangkutan. Semua materi yang dipaparkan hanya bertujuan untuk informasi dan edukasi.

Mungkin kamu tidak setuju dengan apa yang sudah anaksenja.com jabarkan, karena mimin percaya pendapat serta pengetahuan setiap orang itu berbeda-beda. Maka dari itu, mimin persilakan kamu untuk megungkapkan pendapatmu di kolom komentar. Mungkin saja interpretasi lagu Kuning darimu jauh lebih baik dan dapat bermanfaat bagi yang lainnya. Mari kita bahas bersama-sama hingga menemukan makna sebenarnya yang tersembunyi di balik lirik lagu Kuning dari Efek Rumah Kaca!

Posting Komentar