Pernah merasa kesusahan karena orang lain? Bahkan hingga menyalahkan orang lain sampai waktu yang sangat lama? Sebenarnya apa yang terjadi sampai bisa merasa susah dan malah menyalahkan orang lain? Mari kita bahas dari dasar.
Pertama kali, kita harus bisa menemukan sumber dari masalah itu sendiri. Misal, merasa di repotkan oleh orang lain karena selalu meminta bantuan, kemudian muncul perasaan “seperti sedang dimanfaatkan”. Sebenarnya sangat mudah untuk menanggulangi masalah ini, hanya dengan bersikap bodo amat (tidak peduli saat dimintai tolong).
Namun, di sisi lain kita selalu merasa canggung. Itulah manusia, selalu merasa tidak enakan kepada orang lain. Hal ini terjadi karena memang lumrahnya seorang manusia memiliki sifat peduli, tak suka melihat orang lain kesusahan, apalagi sedang tertimpa musibah yang sangat berat. Sebenci-bencinya seseorang, pasti memiliki sedikit rasa kasihan saat melihat orang yang dibencinya sedang mengalami musibah. Entah perasaan itu muncul di awal atau di akhir (masa depan). Jika di akhir, sering kali rasa itu berbentuk rasa penyesalan.
Manusia sering dihimpit oleh berbagai rasa bersalah, yang pada dasarnya himpitan itu mereka ciptakan sendiri dengan pikiran mereka sendiri. Himpitan itu terlahir dari batasan-batasan yang diciptakan sendiri. Seperti norma, budaya, maupun pola pikir yang mengharuskannya melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin ia lakukan. Jika seperti itu, apakah masih yakin jika merasa bahwa orang lain selalu salah itu benar? Kita coba ulas lebih dasar.
Percaya, adalah kata kerja yang dapat melukai seseorang. Seperti percaya bahwa suatu aturan itu benar, kemudian dengan mudah menyalahkan yang tidak sesuai dengan aturan tersebut, padahal jika orang lain melakukan hal yang berbeda juga tidak berdampak apa-apa bagi diri sendiri. Misal, percaya bahwa makan dengan tangan kanan lebih baik daripada makan dengan tangan kiri. Lalu saat dipertemukan disuatu situasi, yang memaksanya melihat orang lain sedang asyik makan menggunakan tangan kiri, pasti sifat menyalahkan akan muncul di dalam benaknya. Padahal, orang lain itu belum tentu ia kenali, dan bahkan, belum tentu mempercayai kebenaran yang ia percayai. Apakah bisa dibenarkan jika seseorang langsung menyalahkan orang lain hanya karena orang lain berbeda dengannya? Padahal, bisa saja orang lain yang disalahkannya sedang memiliki masalah dengan tangan kanannya, seperti sedang terkilir atau sedang mengalami penyakit tertentu.
Setelah merasa paling benar, kemudian biasanya yang tidak bisa menahan emosi akan langsung menegur tanpa bertanya lebih dulu alasan apa di balik semuanya. Siapakah yang lebih menyusahkan daripada orang lain? Mari kita bahas lebih jauh lagi.
Hanya dengan melihat orang lain salah, kita merasa susah. Apalagi saat mengajak orang lain untuk ikut ke dalam kebenaran yang kita anut, dia atau mereka menolak dan lebih memilih menggikuti kebenaran yang ia miliki, rasa menyalahkan atau merasa susah akibat orang lain pasti akan muncul semakin tinggi. Terbawa ke mana-mana, sampai melakukan hal apapun tidak enak, dan berakhir emosi dan memendam dendam.
Apakah hal seperti itu baik untuk dilestarikan? Atau hanya menimbun penyakit yang bisa saja suatu saat timbunan itu meluap karena tempatnya sudah tak muat?
Lalu, apakah mengingatkan orang lain itu salah? Tentu saja tidak. Mengingatkan orang lain tentu saja adalah hal yang baik, namun jika dilakukan dengan hal yang salah ya bisa saja menjadi sesuatu yang tidak baik. Seperti halnya melihat orang kelaparan di jalan, kemudian kita melempar roti ke arahnya sambil mengucapkan “makanlah!”. Jika kamu merasa hal itu benar, maka silakan lakukan terus.
Jarang di antara kita yang mampu menyadari, tentang siapa yang lebih salah daripada orang lain.
Joe Azkha