Asing. Debu di atas susunan kayu itu tampak berbeda. Lenyapnya penghuni lama mengubah suasana. Tak ada tawa, hanya kenangan yang selalu mengambang di setiap ingatan.
*
"Rida, bagaimana ini? Kelas kita sudah kalah!" ucap Sinta dengan nada tinggi.
"Tenang. Kita hanya kalah di dalam jumlah penilaian. Guru kita pasti sudah mempertimbangkan semuanya. Tetap bersyukur dan semangat!"
Rida, merupakan seorang aktivis yang selalu aktif dalam segala kegiatan. Berkatnya, berbagai kegiatan sekolah dapat berjalan dengan lancar. Salah satunya adalah kegiatan class meeting, yang diadakan di SMA Nusantara seusai penilaian akhir semester.
Selain tindakan, ia juga hebat dalam hal berbicara. Setiap kata yang terlontar dari mulutnya mampu membangkitkan semangat bagi rekan sekelasnya. Tak heran, ia selalu dipilih menjadi ketua di berbagai macam organisasi, termasuk menjadi ketua di kelasnya.
"Lantas, apa yang harus kita lakukan, Da?! Apa kita hanya bisa berdiam diri saat melihat kelas lain berbangga?"
"Tentu tidak! Saat kita mengalami kegagalan, disitulah kita mendapat rejeki yang sangat berharga. Kalau kita selalu menang, kita pasti akan larut dalam kesombongan tanpa sadar akan banyak kekurangan."
"Kau benar, Rida. Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Alangkah baiknya, kita harus mengevaluasi diri sendiri terlebih dahulu. Apa yang kurang selama ini, dan bagaimana seharusnya kita memperbaikinya."
"Lah, ini kan tentang lomba kebersihan kelas?! Ngapain kamu malah bawa-bawa pribadi kita masing-masing, Da?! Aneh!" sahut Lintang dengan nada sedikit kesal.
"Lintang, bagaimana kita bisa menjadi lebih baik kalau kitanya saja masih punya masalah sendiri-sendiri? Bukannya itu nanti bisa mempengaruhi suasana kelas kita?" sahut Rida pelan dengan penuh kelembutan.
"Suasana apa, Da? Yang jelas dong kalau ngomong!" potong Sinta.
"Maaf lho ya, aku tuh merasa setelah aku pulang dari rumah sakit belakangan ini kelas kita tampak tidak kompak lagi. Dulu kita sering belajar kelompok, ke kantin, bahkan bermain pun kita selalu bersama-sama."
"Maaf, Da. Kalau untuk hal itu udah tidak bisa, aku sekarang sibuk," ujar Amel tanpa ragu.
"Makan tuh sibuk, mending pindah sekolah sekalian aja!" judes Lintang sembari memalingkan muka.
"Sopan dong kalau ngomong!" bentak Amel dengan raut muka yang tajam.
"Sudah dong, jangan ribut. Baru aja tadi kita bahas, masa kalian malah langsung ngasih bukti sih? Ini yang seharusnya kita perbaiki. Ruang kelas ini hanya pelengkap bagi kita, jangan jadikan yang sekunder menjadi primer. Gini aja, rapat hari ini kita sudahi dulu baru ya? Coba kita bersama-sama evaluasi diri kita masing-masing. Besok Senin, kita ketemu lagi setelah pulang sekolah."
Semua menganggukkan kepala, menandakan setuju dengan apa yang Rida katakan.
***
Mentari pagi menyodorkan cahayanya masuk kedalam rongga-rongga jendela kelas. Mengintip melalui celah-celah gorden yang belum terbuka.
Pintu masih tampak tertutup. Namun di dalamnya sudah ada penghuni yang enggan menyeret gorden dan membuka jendela.
Pintu masih tampak tertutup. Namun di dalamnya sudah ada penghuni yang enggan menyeret gorden dan membuka jendela.
Amel, Lintang dan Sinta tampak berpelukan dan meneteskan air mata. Mereka telah sadar akan segala kesalahan mereka. Mengaku salah, meminta maaf dan membangun solidaritas baru mereka lakukan di pagi itu.
Perenungan di hari Minggu mereka gunakan dengan maksimal. Kini tak ada lagi dendam di antara para penghuni struktur organisasi kelas. Wakil ketua, bendahara, maupun sekretaris kelas telah berdamai dengan penuh rasa cinta.
Sampai bel masuk, bangku yang biasa diduduki Rida masih tampak kosong. Batin dari para penghuni kelas selalu menggebu akan sebuah pertanyaan. Kemana Rida.
"Bu Kiki, Rida ke mana ya?" tanya Lintang penasaran.
"Yaampun, bukannya kamu sahabatnya? Minggu lalu kan kamu juga ikut melayat di tempat Rida kan?!" sahut Bu Kiki, wali kelas mereka yang berketepatan mengampu pelajaran pertama di hari itu.
Serentak mereka bertiga kaget, mereka lupa bahwa Rida sudah tiada. Rida meninggal karena penyakit yang telah disembunyikannya sejak lama. Semua baru terjawab setelah melayat dan diceritakan oleh pihak keluarga.
Seketika air mata mereka bertiga meleleh dengan cukup deras. Tak disangka, secara bersama-sama mereka bertemu Rida di dalam mimpi. Walaupun jasadnya sudah tak ada, semangat Rida masih terus mengalir di sanubari sekitarnya.
*****
Judul : Bangku Tua
Penulis : Joe Azkha
Tahun : 2020