<<sebelumnya di bagian 3...
Tahun ajaran baru telah tiba. Senja, Bela dan teman-teman seangkatannya telah naik ke kelas tiga. Entah kebetulan atau tak sengaja, Senja dan Bela kembali dipertemukan di dalam kelas yang sama.
Tahun ajaran baru telah tiba. Senja, Bela dan teman-teman seangkatannya telah naik ke kelas tiga. Entah kebetulan atau tak sengaja, Senja dan Bela kembali dipertemukan di dalam kelas yang sama.
Kelas 3A, di mana diperkumpulkannya orang-orang elit kelas tinggi. Anak pejabat, pengusaha kayu, pengusaha tambang, direktur-direktur perusahaan, bahkan sampai ada anak gubernur yang berada di kelas tersebut.
Hanya Senja yang bukan dari keluarga ternama, hanya seorang wanita setengah baya yang di asuh oleh bibi-bibi pecandu sastra. Ia dapat sekolah di SMA Merdeka karena beasiswa dari salah satu penerbit buku berkat karya hebat dari ibu angkatnya.
Hanya Senja yang bukan dari keluarga ternama, hanya seorang wanita setengah baya yang di asuh oleh bibi-bibi pecandu sastra. Ia dapat sekolah di SMA Merdeka karena beasiswa dari salah satu penerbit buku berkat karya hebat dari ibu angkatnya.
"Selalu riang, serta gembira. Nanananana ... " nyanyi Tasya sembari berjalan menuju kelas 3A. "Yaampun, sekelas lagi sama Senja! Wagelasehhh ... " lanjutnya setelah membaca daftar siswa di jendela kelas.
Tak lama kemudian, Bela and the genk berjalan pelan menuju kelas dengan gaya yang khas. Bela dengan kunyahan premen karet, Rachel dengan mencangklong jaket, Erna dengan menyerot cappucino cincau dan Agus dengan bando pink di rambut ikalnya. Hal tersebut mengundang banyak perhatian di sekelilingnya, terutama di mata anak kelas satu.
Sesampainya di kelas, Bela langsung berhenti di depan meja urutan pertama. "Ngapain Lo di sini, Anak Indie?!" ujarnya sembari mendekatkan mulutnya ke wajah Senja.
"Hahahaha, dikata anak indi coba? Hahaha," tawa Rachel yang di ikuti oleh teman segengnya.
"Keren banget, njir! Aku sebagai fans Danilla Riyadi jadi iri! Hahaha, kamu suka Danilla juga enggak, Nja?" celetuk Agus yang membuat teman-teman gengnya berhenti tertawa dan menatapnya sinis.
"Teeeeeeeet ... "
Bel masuk telah berbunyi. Semua siswa memasuki kelas tanpa tersisa.
"Awas Lo!" ancam Bela sambil menunjuk ke arah Senja.
Bela berjalan pelan dengan tatap ke arah Senja secara tajam. Ia langsung mengusir empat siswa yang sedang bincang-bincang pelan, tepat dua baris di meja belakang Senja. Tanpa protes, penghuni dua meja itu pun langsung menepi dan mencari tempat duduk lain.
Bela berjalan pelan dengan tatap ke arah Senja secara tajam. Ia langsung mengusir empat siswa yang sedang bincang-bincang pelan, tepat dua baris di meja belakang Senja. Tanpa protes, penghuni dua meja itu pun langsung menepi dan mencari tempat duduk lain.
"Pssst ... sssssssstttt ..." bisik Rachel yang di ikuti anggukan kepala Bela.
Bela langsung meludahkan premen karet yang dikunyahnya ke arah rambut Senja. Di waktu yang bersamaan, dengan tak sengaja buku Senja tersenggol jatuh. Senja pun langsung merunduk untuk mengambil buku tersebut.
Premen karet Bela tampak melayang lurus melompati tubuh Senja dan mendarat di lantai depan kelas. Rencana yang Rachel bisikkan gagal total.
Selang beberapa menit, Bu Fani, wali kelas 3A berjalan pelan masuk ke kelas. Diikuti seorang cowok tampan yang berjalan penuh gaya di belakangnya. Semua siswi pun menganga, terpana melihat lambaian manja dari aura cowok tampan di hadapannya.
"Sepertinya aku menginjak sesuatu?" ujar Bu Fani lirih saat berjalan menuju bangku guru di depan kelas.
Bela dan Rachel bersamaan menatap langit-langit, seakan tak tahu apa-apa tentang kejadian yang baru saja dialami Bu Fani.
Sembari merapikan kacamata yang sedikit merosot, Bu Fani menyambut anak didiknya dengan lembut. "Anak-anakku tercinta, selamat datang di kelas 3A. Kali ini Bu Fani akan memperken ... " ujarnya belum usai.
"Hai tampan!" panggil Bela spontan.
"DIAAAAM!!!" bentak Bu Fani yang membuat semua siswa terkejut. "Kalau kamu nggak bisa hargai orang bicara, lebih baik kamu keluar dari kelas ini! Sekarang juga!" lanjutnya.
Teguran Bu Fani membuat semua siswa tertunduk. Tak ada yang menyangka sifat lain dari sang wali kelas, yang tampaknya lembut ternyata bisa juga ganas. Hal itu terjadi karena hak bicaranya dirampas oleh kata-kata ampas.
"Sudah tenang?! Bagus. Kali ini Ibu akan memperkenalkan siswa baru yang akan masuk ke sekolah ini. Ayo Kevin, perkenalkan dirimu."
Kevin, adalah seorang anak pindahan yang membuat penasaran banyak kalangan. Tak hanya wanita, ada juga pria yang begitu sangat penasaran kepadanya. Seperti halnya Agus.
Dengan menyibakkan rambut poninya, Kevin mulai memperkenalkan diri. "Panggil aja, Kevin," ucapnya sambil mengacungkan kedua jari telunjuknya ke arah Senja.
"Ulangi yang bener!" sahut Bu Fani sambil mengeplak tangan Kevin.
"I-iya, Bu. Maaf. Perkenalkan, aku Kevin. Walaupun nama lengkapku Kevin Julio Cesar, tapi aku lahir dengan cara normal! Seperti aku, yang normal karena mencintaimu!" ujar Kevin dengan mengacungkan kedua jari telunjuknya lagi ke arah Senja.
"KEVIIIINNNNN!!!!" teriak Bu Fani yang menyebabkan seluruh penghuni kelas menutup telinga.