Di sebuah keluarga Bebek yang tinggal di tepi kolam yang tenang, lahirlah lima anak bebek yang lucu. Empat anak bebek punya bulu kuning cerah, secerah bunga matahari di pagi hari. Tapi satu di antara mereka, namanya Putih, bulunya berwarna putih bersih, seperti awan kapas di langit. Ia berbeda.
Meskipun Ibu Bebek sangat menyayangi Putih, kakak-kakak Putih yang kuning sering mengejeknya. "Putiihh! Kenapa kamu beda sendiri? Bulumu tidak kuning!" kata salah satu kakak bebek kuning. "Iya, kamu tidak seperti kami," timpal yang lain. Mereka bahkan sering tidak mau bermain dengan Putih. Setiap kali Ibu Bebek mengajari mereka berenang atau mencari cacing, empat bebek kuning itu selalu menjauh dari Putih. Mereka seperti tidak mau bulunya terkena bulu putih milik Putih.
"Anak-anakku," kata Ibu Bebek dengan suara lembut, "tidak masalah bulu Putih berbeda. Kita semua sama-sama anak Bebek. Kita harus saling menyayangi dan menghargai." Tapi kakak-kakak Putih hanya cemberut dan tetap tidak mau dekat-dekat dengan Putih. Putih sering merasa sedih dan sendirian, walau hatinya tetap sabar. Ia tahu Ibu menyayanginya.
Waktu terus berjalan. Anak-anak bebek tumbuh semakin besar. Sesuatu yang mengejutkan terjadi! Bulu empat bebek kuning itu mulai berubah warna. Kuningnya menghilang, berganti menjadi warna cokelat keabu-abuan. Mereka kini menjadi bebek cokelat biasa. Sedangkan Putih? Ia tetaplah putih bersih. Bahkan, bulu putihnya kini terlihat semakin anggun dan indah. Lehernya jenjang, gerakannya sangat menawan saat berenang di air.
Banyak unggas lain yang tinggal di kolam itu mulai memperhatikan Putih. "Lihatlah bebek putih itu! Bulunya cantik sekali!" puji seekor Burung Bangau. "Sungguh indah! Seperti ratu di kolam ini!" kata ikan-ikan yang melihat Putih dari bawah air. Sedangkan empat bebek cokelat, tidak ada yang memuji bulu mereka. Mereka kini terlihat sama saja dengan bebek-bebek dewasa lainnya.
Melihat Putih dipuji, kakak-kakak Putih jadi merasa tidak enak. Mereka teringat bagaimana dulu mereka selalu mengejek Putih.
Suatu sore, badai besar datang melanda kolam. Angin berembus sangat kencang, dan hujan turun tiada henti. Kolam meluap, arusnya menjadi deras sekali. Tiba-tiba, terdengar suara minta tolong yang sangat pelan dari arah sungai kecil yang mengalir dari kolam. Seekor anak Bebek dari keluarga lain, yang masih sangat kecil dan bulunya kuning, terseret arus deras! Ia ketakutan dan hampir tenggelam!
Semua Bebek dewasa dan empat Bebek Cokelat panik. Mereka takut dengan arus yang kencang. "Bagaimana ini? Arusnya terlalu kencang!" kata Bebek Cokelat satu. "Iya, kita bisa ikut terseret!" timpal Bebek Cokelat dua. Mereka hanya bisa melihat anak Bebek itu semakin jauh.
Tapi Putih tidak ragu. Hatinya tergerak melihat anak bebek yang dalam bahaya. Ia tahu ia harus menolong. Dengan gerakannya yang anggun namun sangat cepat, Putih melesat maju, berenang melawan arus yang kencang. Bulu putihnya yang terlihat jelas di tengah derasnya air, membantunya tetap terlihat oleh mata. Dengan sekuat tenaga, Putih berenang mendekati anak Bebek kecil itu. Ia menggunakan lehernya yang panjang untuk menyentuh anak Bebek yang ketakutan, lalu mendorongnya perlahan-lahan ke tepi kolam yang lebih aman.
Akhirnya, anak Bebek kecil itu selamat! Semua unggas bersorak gembira. "Hore! Bebek Putih berhasil!" puji mereka. "Kamu hebat sekali, Putih! Kamu sangat berani!" kata Ibu Bebek bangga sambil memeluk Putih.
Malam itu, di tepi kolam, semua unggas berkumpul. Mereka memberikan gelar kehormatan kepada Putih. "Untuk keberanian dan kebaikan hatinya, kami menamai Putih sebagai Pahlawan Kolam!" seru Kepala Bebek. Putih diberi sebuah mahkota kecil dari rumput air yang paling indah.
Empat Bebek Cokelat merasa sangat malu. Mereka menghampiri Putih dengan kepala tertunduk. "Putih... maafkan kami," kata salah satu Bebek Cokelat dengan suara serak. "Kami dulu sering mengejekmu. Kami menjauhimu karena bulumu berbeda. Kami benar-benar menyesal. Kami tidak pantas menjadi kakakmu."
Putih tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, kakak-kakak. Aku sudah memaafkan kalian." Ia memeluk keempat kakaknya satu per satu.
Sejak hari itu, Bebek Putih tidak hanya dikenal karena bulunya yang cantik, tapi juga karena kebaikan hati dan keberaniannya. Ia adalah bukti bahwa yang berbeda itu tidak selalu salah, dan kebaikan hati jauh lebih berharga daripada penampilan. Empat Bebek Cokelat pun belajar pelajaran berharga. Mereka tidak akan pernah lagi mengejek siapa pun hanya karena penampilannya berbeda. Mereka sadar, kebaikan hati jauh lebih indah daripada sekadar warna bulu. Dan mereka semua hidup rukun dan bahagia di Kolam, saling menyayangi satu sama lain.