Di sebuah rumah yang nyaman, tinggallah seekor anak anjing bernama Kiko. Kiko sangat suka bermain dan berlari. Bulunya cokelat berbercak hitam, dan telinganya selalu bergerak-gerak saat mendengar suara. Di rumah itu, Kiko punya teman, namanya Mimi. Mimi adalah anak kucing yang manis. Bulunya putih bersih, dan suaranya lembut sekali, "Meong...".
Tapi sayangnya, Kiko itu nakal sekali. Dia sering menjahili Mimi. "Guk! Guk! Guk!" Kiko akan menggonggong keras sekali tepat di telinga Mimi saat Mimi sedang tidur siang. Mimi akan kaget, "Meong!" lalu melompat ketakutan. Kiko hanya tertawa, "Guk! Guk! Rasain!"
Kalau Mimi sedang asyik bermain bola benang, Kiko akan langsung merebutnya dan menggigit-gigitnya sampai kusut. "Kiko! Itu mainanku!" kata Mimi dengan mata berkaca-kaca. Tapi Kiko malah lari sambil menjulurkan lidahnya.
Kadang, Kiko juga suka mengejar-ngejar ekor Mimi. "Wuuush!" Kiko akan melesat dan menangkap ekor Mimi dengan giginya pelan. Mimi akan kesal, "Meong! Lepaskan, Kiko!"
Mimi sering sedih dan bersembunyi di balik sofa jika Kiko mulai menjahilinya. Ibu pemilik rumah sering menasihati Kiko, "Kiko, jangan nakal sama Mimi ya. Nanti Mimi tidak mau lagi jadi temanmu." Tapi Kiko hanya mengangguk-angguk, lalu sebentar kemudian lupa dan menjahili Mimi lagi.
Suatu siang yang cerah, Kiko dan Mimi bermain di taman belakang rumah. Mimi melihat sebuah pohon yang cukup tinggi, dengan dahan-dahan yang menjulur. Ia penasaran dengan seekor burung kecil yang hinggap di salah satu dahannya. Dengan hati-hati, Mimi mulai memanjat pohon itu, satu langkah demi satu langkah.
Kiko melihat Mimi memanjat. "Wah, dia memanjat! Pasti asyik dijahili di atas sana!" pikir Kiko nakal. Ia langsung berlari ke bawah pohon dan menggonggong keras-keras, "Guk! Guk! Mimi! Aku akan mengejarmu sampai atas!"
Mimi kaget mendengar gonggongan Kiko. Ia menoleh ke bawah. Karena panik, kakinya terpeleset! "Meooong!" Mimi tidak jadi terjatuh, tapi ia jadi gemetar dan berpegangan erat pada dahan pohon. Ia jadi takut untuk naik atau turun. "Kiko, jangan menakutiku! Aku takut!"
Kiko malah mengira Mimi bermain-main. Ia terus menggonggong dan mencoba melompat-lompat, ingin mengagetkan Mimi lagi. Tapi saking asyiknya melompat dan menggonggong di bawah pohon, Kiko tak sengaja menginjak sebuah batu besar yang licin.
DUG! Kiko terpeleset! Tubuhnya terpental ke samping, dan ia masuk ke dalam sebuah lubang yang agak dalam, yang ternyata adalah bekas galian tanah yang tertutup daun-daun kering.
"AW! Guk! Guk! Tolong!" Kiko mencoba melompat keluar, tapi lubangnya terlalu licin dan dalam. Ia tak bisa keluar! Tubuhnya kotor oleh tanah. Ia mulai menangis. "Guk! Guk! Guk! Tolong! Aku tidak bisa keluar!"
Mimi di atas pohon mendengar tangisan Kiko. Ia melihat Kiko yang terjebak di dalam lubang. Rasa takutnya hilang berganti rasa kasihan. "Kiko terjebak! Aku harus menolongnya!" pikir Mimi.
Mimi lalu berteriak sekuat tenaga, "Meong! Meong! Ayah! Ibu! Kiko terjebak di lubang!" Ia terus berteriak sambil mencoba turun dari pohon dengan hati-hati.
Tak lama kemudian, Ayah dan Ibu pemilik rumah mendengar suara Mimi. Mereka segera datang. Mereka melihat Kiko di dalam lubang dan Mimi yang menunjuk-nunjuk dengan cemas.
"Oh, Kiko!" kata Ayah. Ayah lalu mengambil seutas tali dan berhasil menarik Kiko keluar dari lubang itu.
Kiko keluar dengan tubuh kotor dan lemas. Ia tidak lagi tertawa atau menjahili. Ia melihat Mimi yang sudah ada di sampingnya, meski tadi ia sudah menjahilinya. Kiko menunduk.
"Mimi... Maafkan aku," kata Kiko pelan, suaranya bergetar. "Aku... aku sangat nakal padamu. Aku suka menjahilimu. Tapi saat aku terjebak tadi, aku takut sekali. Kamu... kamu menolongku. Maafkan aku, Mimi."
Mimi menatap Kiko. Ia tahu Kiko tulus. Mimi lalu menjilati hidung Kiko dengan lembut. "Meong... tidak apa-apa, Kiko. Aku juga takut saat kamu di dalam lubang tadi."
Sejak hari itu, Kiko berubah. Ia tidak pernah lagi menjahili Mimi. Mereka berdua menjadi teman baik yang sejati. Mereka bermain bersama, mengejar kupu-kupu, dan tidur siang berdampingan. Kiko belajar bahwa menjahili itu tidak asyik, dan memiliki teman yang baik adalah yang paling penting.
***
karya: asai, 2025